“Menulis dalam Kesepian”
Bagi sebagian orang mengatakan bahwa kesepian adalah hal yang tidak mengenakan, dan sebagian mengatakan kesepian adalah hal yang menenangkan. Namun, bagi ku kesepian adalah menulis. Menulis apa yang menjadi buah pikiran, apa yang menjadi hal terinspirasi dalam kesepian. Dan bagi ku itu adalah cara untuk tetap bisa bertahan. Bertahan dari kesedihan, bertahan dari kemunafikan, bertahan dari pengkhianatan, dan bertahan dari segala sesuatu yang tidak mengenakan dan tidak menyenangkan. kepastian menulis dalam kesepian membuat aku melupakan kesepian itu sendiri.
Disini aku sendiri, tetap menulis dalam kesepian dengan melihat apa yang ada diluar bayangan yang tertutupi ketidakpastian. Ketidakpastian akan hati yang terbuka, ketidakpastian akan kata-kata yang terucap, dan ketidakpastian akan apa yang ada di depan hidup ku kelak, dan tidak tahu apa yang akan terjadi untuk ku nanti.
Sebagian orang mengatakan kesepian itu sangat membosankan, dan sebagian mengatakan bahwa kesepian itu sangat mengasikan. Namun, bagi ku kesepian itu sangat membuat ku semakin tahu apa yang patut disyukuri dan apa yang patut diperjuangkan. Mensyukuri apa yang telah terjadi dengan indah pada hidup ini, dan tetap memperjuangkan pada sesuatu yang sangat bermakna.
Disini aku sendiri, telah bersyukur akan nafas yang selalu berhembus hingga saat ini. Walaupun terkadang berdampingan dengan asap rokok yang bisa saja menghentikan nafas itu sendiri. Namun disini aku tetap sendiri dan selalu bersyukur karena telah dikerumuni orang-orang yang selalu mencintai dan menyayangi ku, bersyukur karena memiliki sahabat-sahabat yang begitu baik, yang selalu bercanda dengan konyol, yang selalu ada dalam berbagi kebahagian, yang selalu ada dalam berbagi kegelisahan, dan yang selalu ada ketika kekurangan.
Langkah inilah yang telah aku syukuri dalam hati dan tawa, penuh syukur karena telah sampai pada langkah yang mempertemukan aku dengan dia. Dia yang memberikan semangat dalam darah dan nadi ku. Dia yang telah mengatakan arti dari usaha penuh dalam diri. Dia yang selalu menjadikan diri sebagai ujung dari akibat. Dia yang telah menunjukan hasil dari jerih payah selama ini.
Langkah ini belum terhenti, masih bersepatu hitam yang lusuh dalam memperjuangkan semuanya. Masih merangkai kata dan data untuk mencapai “the black march“ dengan kesabaran yang kadang dibuat-buat. Masih membawa tas hitam yang sudah terjahit akan kebosanan karena terus berada ditempat yang sama. Masih berharap bisa terbangun di pagi hari dan matahari melirik karya ku dengan senyuman. Masih berjuang dengan jari-jari yang terus menari dalam menyampaikan ketulusan mencintai. Lalu aku masih disini dengan kesendirian dan mengejar angin semi di bulan januari.
Akhirnya aku berkata, kesepian itu adalah mengintropeksi diri dari semua kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Rentang waktu yang membuat hati dan pikiran untuk membangun kata maaf yang sesungguhnya. Maaf karena telah menjadi anak, kakak dan adik yang selalu tertutup dan membiarkan semuanya selalu berakhir dengan kesedihan. Masih teringat tangis ibu ku ketika mengetahui aku yang tertangkap basah mengambil sepotong makanan di sebuah kantin. Masih teringat wajah ayah ku yang terduduk lemas ketika mengetahui aku yang tidak serius dalam menyelesaikan kuliah.
Maafkan aku kalau sudah menjadi orang yang menyusahkan, maaf kalau belum bisa membuat bahagia dan membalas semua kebaikan. Maafkan aku kalau belum bisa menjadi sahabat yang sepenuhnya baik, maaf kalau ada perkataan yang menyakitkan dan membuat sedih, maaf kalau sudah mengganggu dengan kebodohan ku dalam mengambil hati, maaf kalau sudah berani mencoba menyatukan perbedaan, maaf kalau sudah berani mencintai mu dengan cara ku sendiri, dan maaf kalau telah menjadi titik kebosanan yang menjenuh. Dengan sangat aku memohon untuk memaafkan aku yang hanya bisa menulis dalam kesepian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar